Rabu, 04 Oktober 2017

Sinema Digital (Digital Cinema)

Digital Cinema

Pengertian Digital Cinema

Sinema Digital merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat didistribusikan lewat perangkat keraspiringan optik atau satelit serta ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film konvensional. Sinema digital berbeda dari HDTV atau televisi high definition. Sinema digital tidak bergantung pada penggunaan televisi atau standar HDTV, aspek rasio atau peringkat bingkai. Proyektor digital yang memiliki resolusi 2K mulai disebarkan pada tahun 2005, dan sejak tahun 2006 jangkauannya telah diakselerasi. 2K disini memiliki resolusi sebesar (2048x1080), 4K pada (4096x2160) dan 8K (7680x4320). Seperti inilah perbandingannya :
Resolusi 8K adalah resolusi televisi berdefinisi ultratinggi (UHDTV) tertinggi yang pernah ada di dunia televisi digital dan sinematografi digital. 8K mengacu pada resolusi horizontal format-format turunannya yang berada di tataran 8.000 piksel sehingga membentuk dimensi gambar total 7680x4320. 8K adalah resolusi tampilan yang akan menggantikan 4K. 4K dikabarkan akan menjadi standar utama televisi pada tahun 2017.

Sejarah Digital Cinema

Pada waktu itu sutradara film yang bernama George Lucas menyatakan bahwa film yang berkembang pada abad pertengahan ke-19 dikembangkan mulai dari sebuah fotografi melalui media yang menggunakan pita seluloid untuk mengambil dan merekam gambar. Hal tersebut menjadi dasar pembuatan film. Sang sutradara menyebutkan bahwa pada akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 ditemukan pengganti dari pita seluloid yaitu teknologi digital, hal ini merupakan awal baru untuk membuat sebuah film dan bioskop. Munculnya teknologi digital banyak mendatangkan manfaat bagi dunia perfileman, dari mulai pembuatan hingga pendistribusiannya. Pada tahun 2002 dimana pada saat itu para Major Studio Hollywood membentuk sebuah organisasi yang bernama Digital Cinema Initiative (DCI). Organisasi ini diciptakan untuk menentukan standar arsitektur untuk bioskop digital agar tercapai model yang seragam secara global, berkualitas tinggi dan tangguh. Dengan mengacu pada standar Society of Motion Picture and Television Engineers (SMPTE) maupun International Organization for Standardization (ISO) maka ditentukan standar/format tertentu yang harus diaplikasikan untuk menyiapkan master materi film, sistem distribusinya, sampai ke urusan perlindungan isi film (content), pengacakan (encryption), dan penandaan khusus untuk menghindari pembajakan (forensic marking). Semua teknologi bioskop digital yang memenuhi persyaratan mereka disebut DCI Compliance (sesuai/cocok dengan DCI). Perbedaan dasar antara sinema analog dengan digital adalah cara pengemasannya (packaging), distribusi, dan penayangannya.
       Mayoritas film-film di dunia ini masih dalam bentuk cetak kopi (release prints) atau seluloid (walaupun sudah lama diganti dengan bahan baku dasar polyester). Proses pengerjaannya dilakukan di laboratorium film dengan teknik optical printing (mencetak secara optik) dengan mesin proses positif atau ECP (Eastmant Colour Positives) secara fotokimia (photochemical). Alat untuk memutar materi film ini adalah proyektor film analog. Pada bioskop digital, materinya berbentuk file data digital audio maupun gambar dengan format JPEG 2000 (gambar) dan PCM (audio) dengan resolusi minimal 2048x1080 (2K) sesuai dengan DCI Compliance.
      Proses pengerjaan mastering digital ini dilakukan dengan sistem teknologi yang disebut DCP encoding. DCP encoder mengkonversi format data digital post production ke format DCI Compliance. Format data audio dan video digital post production berbeda dengan format DCP. Untuk data video, post production menggunakan format cineon ataupun DPX, sedang untuk audio digunakan berbagai macam format tapi yang populer adalah WAV.
      Secara resolusi, kopi film 35mm “tradisional” masih lebih unggul dari format DCI Compliance yang sekarang ada. Format kopi film 35mm diperkirakan setara dengan resolusi 8K sedangkan format tayang di bioskop digital yang paling tinggi kualitasnya masih 4K. Kelebihan format digital adalah kejernihan kualitas gambar yang selalu konsisten karena tidak adanya risiko gambar cacat atau kotor karena sentuhan fisik seperti yang terjadi dengan kopi film.
   Untuk pendistribusian, idealnya produser/rumah produksi mengirim materi ke server bioskop pada waktu dan tempat yang ditentukan lewat jaringan satelit. Kenyataaannya, karena keterbatasan infrastruktur, sampai sekarang materi film dikirim secara fisik dalam bentuk hard disk portable ke bioskop tujuan dan kemudian datanya ditransfer ke server bioskop.
Mulai pada tahun 2005, minat dari proyeksi film 3D stereo digital membuah kemajuan baru pada bagian teater, dimana teater dapat bekerja sama dalam jumlah yang terbatas menginstal 2k instalasi. Hal ini untuk menunjukkan film dalam bentuk 3 Dimensi. Pada tahun 2006-2007 hampir 7 film 3 Dimensi dirilis, hal ini menunjukkan kemajuan yang pesat pada sinema digital.

Perangkat Keras untuk Digital Cinema


Kamera 

Pada tahun 2007, medium pengalihan paling umum bagi fitur yang ditayangkan secara digital adalah pita film 35 mm yang dipindai dan diproses pada resolusi 2K (2048×1080) atau 4K (4096×2160) lewat penengah digital. Kebanyakan fitur digital saat ini sudah bisa merekam pada resolusi 1920×1080 menggunakan kamera seperti Sony CineAlta, Panavision Genesis atau Thomson Viper. Kamera-kamera baru seperti Arriflex D-20 dapat menangkap gambar dengan resolusi 2K dan kamera bernama Red One keluaran perusahaan Red Digital Cinema Camera Company dapat merekam dengan resolusi 4K. Penggunaan proyeksi 2K pada sinema digital telah mencapai lebih dari 98 persen. Baru-baru ini perusahaan Dalsa Corporations Origin mengembangkan kamera yang dapat merekam dengan resolusi 4K RAW. Selain itu, ada jenis kamera lain yang dapat merekam dengan resolusi 5K RAW seperti RED EPIC. Ada juga kamera yang dapat merekam dengan resolusi 3K RAW dan yang paling terbaru kamera dapat merekam dengan resolusi 8K jika dilihat semakin jaman akan semakin lebih banyak lagi kamera yang mempunyai resolusi lebih besar dan lebih canggih dalam pembuatannya dan untuk kebutuhan sinema digital.

Proyektor

Untuk menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor untuk menayangkan sinema konvensional.Terdapat dua jenis proyektor yang dapat digunakan untuk menayangkan sinema digital:

Proyektor DLP 

Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel. Proyektor DLP dikembangkan oleh perusahaan Texas Instrument. Ada tiga pabrik yang telah memiliki lisensi untuk memproduksi teknologi sinema DLP yaitu Christie Digital Systems, Barco, dan NEC. Christie yang telah lama berdiri sebagai pabrik teknologi proyektor sinema konvensional, adalah pembuat proyektor CP2000 –bentuk dasar proyektor yang paling banyak tersebar secara global (total kira-kira 5,500 unit). Barco meluncurkan seri DLP dengan resolusi 2K yang masih kalah dengan proyektor sinema digital DCI. Barco juga merancang dan mengembangkan produk proyektor dengan tingkat visualisasi berbeda bagi pembuat film profesional. NEC memproduksi Starus NC2500S, NC1500C dan NC800C proyektor 2K bagi layar kecil, medium dan besar. NEC juga memproduksi sistem penyedia sinema digital Starus dan alat-alat lain untuk menghubungkan dengan computer, tape analog atau digital, penerima satelit, DVD dan lain-lain.
Disini dapat dijelaskan bahwa NEC adalah pendatang baru dalam industri proyektor sinema digital, Christie adalah pemain utama dalam pasar Amerika Serikat. Sedangkan Barco memimpin pasar Eropa dan Asia.

Proyektor DCI

Proyektor DCI memiliki dua jenis spesifikasi, yaitu 2K (2048×1080) atau setara 2.2 MP pada 24 atau 48 bingkai dan 4K (4096×2160) atau setara dengan 8.85 MP pada 24 bingkai per detik.Teknologi penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label teknologi “SXRD”. Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220, menawarkan resolusi 4096×2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang kompetitif dengan proyektor DLP 2K yang memiliki resolusi lebih rendah (2048×1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).

Sound System

THX singkatan dari "Tomlinson Holman's eXperiment," dan diciptakan oleh Holman ketika ia bekerja dengan Lucas film Studios untuk menciptakan standar baru reproduksi audio untuk memastikan kualitas dan keseragaman kualitas di semua sistem teater yang berniat memainkan film mereka. "THX" adalah metode reproduksi suara yang mengikuti aturan ketat untuk menciptakan kualitas suara digital ultra-tinggi dalam sistem audio surround sound. Sistem ini bisa terdapat pada teater profesional atau sistem suara bioskop, sistem home theater sederhana, atau surround sound system untuk PC.

         Reproduksi suara Bersertifikat THX tidak mengharuskan audio yang disimpan dalam format tertentu atau khusus, apakah itu seperti Dolby Digital atau yang lainnya. Sebaliknya, THX adalah sertifikasi kualitas terbaik suara yang direproduksi, atau "dimainkan" oleh sebuah sistem speaker. THX Certified surround sound system seperti 7,1 atau 5,1 atau bahkan 2,1 multimedia surround sistem home theater sound digunakan untuk memutar suara THX dari komputer, televisi, dan sistem video game.Jadi singkatnya THX adalah jaminan mutu sebuah audio sistem menghasilkan suara dengan kualitas tertinggi.

            Sedangkan Dolby® Digtal Surround adalah teknologi tatasuara terbaru (2010) yang dikembangkan oleh Dolby Laboratories yang akan memberikan para penonton pengalaman menonton film dengan sensasi suara yang seperti aslinya (real surround system) Sistem suara ini menggunakan teknik digital untuk menghasilkan suara yang mana sistem suara ini adalah multi channel yang artinya memiliki banyak channel yg bekerja secara tersingkronisasi untuk memberikan kesan surround system.

Tahun 2010 Dolby® Digtal Surround telah mencapai versi 7.1. Angka 7,1 berarti sistem surround ini memiliki 8 channel suara diamana terdiri dari :
1.Channel Central yang diletakkan lurus didepan penonton.
2.Channel Kiri depan yang diletakan di sebelah kiri depan dengan sudut 22-30 derajat dari sumbu poros penonton.
3.Chanel Kanan depan yang diletakkan di kanan depan dengan sudut 22-30 derajat dari sumbu poros penonton.
4. Channel samping kanan yang diletakan dengan sudut 90-110 derajat dari sumbu penonton.
5. Channel samping kiri yang diletakkan juga dengan sudut 90-110 derajat dari sumbu penonton.
6. Channel kanan belakang yang diletakkan dengan sudut 135-150 derajat dari sumbu penonton
7. Channel kiri belakang yang diletakkan dengan sudut 135-150 derajat dari sumbu penonton.
8. Channel subwoofer yang biasa di letakkan di depan bawah

Tahun 2012 Dolby memperkenalkan teknologi terbaru mereka yang disebut Dolby Atmos, Dolby Atmos merupakan teknologi virtual reality suara yang memaksimalkan penggunaan audio dalam penceritaan sebuah film. Teknologi ini juga memberikan kebebasan kepada para filmmaker untuk menempatkan atau memindahkan suara ke sudut mana pun di dalam gedung bioskop untuk menciptakan suasana seperti di kehidupan nyata, Dolby Atmos sudah digunakan oleh studio besar Hollywood, enam sutradara dan 11 orang sound mixers pemenang Academy Award. Dolby Atmos juga telah dipasang di lebih dari 300 layar di 100 perusahaan bioskop yang ada di 33 negara. Selain itu, 85 film dari berbagai genre di 10 negara rencananya juga akan dirilis dengan sistem audio Dolby Atmos. Termasuk film-film terbaru seperti The Hunger Games: Catching Fire, X-Men: Days of Future Past, dan masih banyak lagi.

Sumber :